Batam Nesia – Ditreskrimum Polda Kepri mengusut kasus dugaan penipuan kavling bodong di Kelurahan Sei Binti, Kecamatan Sagulung, Kota Batam. Kasus yang merugikan puluhan warga ini menyeret nama mantan dosen universitas swasta di Batam, Firmansyah, sebagai otak penipuan.
Direktur Reskrimum Polda Kepri, Kombes Ade Mulyana, mengatakan hingga kini belum mengetahui keberadaan Firmansyah. Berdasarkan hasil penelusuran di sejumlah lokasi, terlapor kabarnya sudah meninggalkan Batam.
“Kami masih memburu terlapor. Dari hasil pengecekan di beberapa alamat, termasuk tempat tinggal dan apartemennya di Batam, yang bersangkutan sudah tidak ada,” ujar Ade.
Modus Firmansyah Jual Kavling
Untuk melancarkan aksinya, Firmansyah mengaku sebagai pemilik lahan Kavling Siap Bangun (KSB) Swadaya Sungai Cantik Dapur 12. Ia memasarkan lahan melalui marketing dengan harga antara Rp25 juta hingga Rp60 juta per kavling, berukuran 6×12 meter. Beberapa korban bahkan membeli hingga empat kavling, dengan total pembayaran mencapai Rp80 juta.
Ade menjelaskan, penyidik telah berkoordinasi dengan pihak keluarga serta kampus tempat Firmansyah pernah mengajar. Hasilnya, yang bersangkutan sudah tidak lagi bekerja di kampus tersebut.
“Kami juga telah melakukan gelar perkara untuk memastikan sejauh mana keterlibatan dan tanggung jawabnya. Setelah itu baru bisa kami tentukan status hukumnya,” tambahnya.
Kronologi Kasus Kavling Bodong
Kasus ini bermula dari laporan Arianus Zalukhu bersama 39 warga lainnya yang merasa menjadi korban. Mereka melaporkan Firmansyah ke Polda Kepri pada 23 Mei 2025.
Pelaku menjanjikan para korban memiliki kavling siap bangun (KSB) di kawasan Swadaya Sungai Cantik, Dapur 12. Harganya antara puluhan juta hingga seratus juta rupiah per petak.
Namun setelah korban membayar, janji pembangunan tak pernah terealisasi. Lahannya pun ternyata tidak memiliki dasar hukum yang sah.
“Korban sudah menyetor uang, tapi kavlingnya tak kunjung ada. Saat dicek ke lokasi, ternyata lahannya tidak memiliki izin,” ujar Arianus.
Dari hasil pemeriksaan Badan Pengusahaan (BP) Batam, tidak ada penerbitan izin kavling baru di wilayah tersebut. Hal ini memperkuat dugaan bahwa proyek kavling oleh Firmansyah adalah fiktif.
“Kami periksa BP Batam sekitar tiga minggu lalu, dan tidak ditemukan adanya izin kavling baru. Artinya, tidak ada dasar hukum penerbitan kavling itu,” kata Ade.
Sejauh ini, polisi telah memeriksa sejumlah saksi, termasuk korban dan pihak terkait lainnya. Namun penyidik belum menetapkan tersangka karena masih menunggu hasil lengkap gelar perkara.
“Kasus ini masih dalam tahap penyelidikan. Tim sedang merampungkan hasil lidik untuk menentukan langkah berikutnya,” ujar Ade.
Kasus penipuan kavling bodong seperti ini bukan yang pertama kali terjadi di Batam. Modusnya kerap serupa — menjanjikan kavling siap bangun dengan harga miring, disertai dokumen palsu atau janji kemudahan pengurusan izin.
Polda Kepri pun mengimbau masyarakat agar lebih berhati-hati dan memeriksa legalitas lahan sebelum melakukan transaksi.
“Jangan mudah percaya dengan penawaran kavling murah tanpa dokumen yang jelas. Cek dulu ke BP Batam atau instansi berwenang sebelum membayar,” tegas Kombes Ade.
Sementara itu, para korban berharap proses hukum segera menemukan titik terang.
“Kami hanya ingin uang kami kembali dan pelaku dihukum. Ini jerih payah kami bertahun-tahun,” ujar salah satu korban saat mendatangi Polda beberapa waktu lalu. ***