Batam Nesia – Lonjakan angka kecelakaan kerja terus menuai sorotan pasca ledakan di galangan kapal PT ASL Shipyard Tanjunguncang pada Rabu dini hari, 15 Oktober 2025. Ledakan itu menewaskan 10 pekerja dan melukai 18 orang lainnya.
Peristiwa tragis di kapal MT Federal II itu memunculkan duka mendalam bagi keluarga korban. Ironisnya, kejadian serupa pernah terjadi di kapal yang sama pada Juni 2025, dan juga menelan korban jiwa.
Hingga kini, penyebab pasti ledakan masih diselidiki oleh kepolisian. Petugas masih fokus melakukan penanganan korban dan pengamanan lokasi.
“Kejadian di PT ASL merupakan bencana besar dan belum masuk dalam data rekapitulasi kami. Tim pengawas ketenagakerjaan masih melakukan pemeriksaan di lapangan,” jelas Kepala Disnakertrans Kepri, Diky Wijaya, Kamis 16 Oktober 2025.
Peristiwa tragis di PT ASL tersebut semakin menambah panjang daftar angka kecelakaan kerja di Batam sepanjang tahun 2025. Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Kepulauan Riau mencatat, hingga September 2025, terdapat 4.610 kasus kecelakaan kerja yang terjadi di Batam.
Dari jumlah tersebut, 48,2 persen merupakan kecelakaan lalu lintas yang menimpa pekerja saat berangkat atau pulang kerja.
Kepala Disnakertrans Kepri, Diky Wijaya, menegaskan bahwa tingginya angka kecelakaan di luar area perusahaan harus menjadi perhatian serius seluruh pihak, baik pemerintah, perusahaan, maupun pekerja itu sendiri.
“Hampir separuh kecelakaan kerja di Batam terjadi di jalan raya. Ini artinya, perhatian terhadap keselamatan pekerja harus mencakup perjalanan ke dan dari tempat kerja, bukan hanya di lokasi industri,” ujar Diky.
Penyebab Kecelakaan: Dari Material Hingga Mesin Produksi
Selain kecelakaan lalu lintas, penyebab kecelakaan kerja di Batam juga beragam. Berdasarkan data Disnakertrans Kepri, rinciannya adalah:
- Akibat material: 13,9 persen
- Mesin produksi: 11,6 persen
- Terjatuh: 10,3 persen
- Lain-lain: 12,4 persen
Selama periode Januari–September 2025, 26 pekerja tercatat meninggal dunia, sebagian besar akibat kecelakaan berat di tempat kerja maupun di perjalanan.
Industri Manufaktur dan Galangan Kapal Dominasi Kasus
Sektor manufaktur dan perkapalan masih menjadi penyumbang terbesar kasus kecelakaan kerja di Batam. Beberapa perusahaan dengan jumlah laporan tertinggi antara lain:
- PT Pegatron Technology Indonesia – 168 kasus
- PT Philips Industries Batam – 94 kasus
- PT Simatelex Manufactory Batam – 77 kasus
Namun, Diky menegaskan bahwa tingginya angka laporan tidak selalu berarti perusahaan tersebut paling berisiko.
“Justru sebaliknya, perusahaan dengan laporan tinggi menunjukkan kepatuhan dalam pelaporan kecelakaan. Yang berbahaya adalah jika perusahaan tidak melapor,” tegasnya.
Disnakertrans Evaluasi Total Sistem K3
Menanggapi maraknya kasus kecelakaan, Disnakertrans Kepri kini memperkuat pengawasan dan inspeksi lapangan, terutama di kawasan industri dan galangan kapal.
Program sosialisasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) juga digencarkan agar perusahaan meninjau ulang standar operasional dan kesiapan alat tanggap daruratnya.
“Kami akan evaluasi total sistem keselamatan kerja, termasuk penanganan darurat di galangan kapal. Setiap perusahaan wajib meninjau ulang SOP keselamatan dan kesiapan alat tanggap daruratnya,” tegas Diky.
Diky menilai, ledakan berulang di kapal MT Federal II menunjukkan adanya kelalaian serius dalam penerapan K3. Ia menegaskan bahwa main contractor (maincon), yakni PT ASL, harus bertanggung jawab penuh atas insiden tersebut.
“Kalau sudah dua kali kejadian di kapal yang sama, pasti ada kelalaian. Bisa jadi pengawasan K3 lemah atau pengawas proyeknya tidak berjalan baik. Ini tidak bisa dibiarkan, apalagi sampai menelan korban jiwa,” ujarnya. ***